Umat Islam diingatkan untuk tidak menjauh dari
ajaran Islam dan tidak perlu takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela
ajaran Islam. Sebab, kita umat Islam hanya dengan ajaran Islam lah kita akan
berjaya dunia dan akhirat.
Hal itu diungkap oleh Tgk.H.Muhammad Yusuf A.W,
pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Kecamatan Jeunieb, Bireuen saat mengisi
pengajian rutin yang diselenggarakan oleh Kaukus Wartawan Peduli Syari’at Islam
(KWPSI) di Rumoh Aceh Kupi Luwak, Banda Aceh (27/11/2013).
Menurut ulama muda yang akrab disapa Tusop ini,
jika kita menjauh dari Islam maka kita akan bermasalah. Sebaliknya, kita akan
sukses dengan Islam sehingga jika implementasi ajaran Islam sukses, maka Aceh
juga akan sukses, kata Tusop.
Tusop juga mengatakan, bahwa hari ini umat Islam
dilabeli dengan berbagai macam label yang melecehkan. Ini disebabkan karena
kita lemah. Kenapa kita lemah? Karena pemimpin dan masyarakat kita terlalu
cinta kepada dunia dan takut akan mati.
Padahal seharusnya, kata Tusop lagi menjelaskan,
umat Islam itu tidak seharusnya menjadi penakut oleh berbagai label dan celaan.
Sebab, ciri-ciri umat Islam yang mencintai Allah dan Allah mencintanya adalah
mereka yang tidak celaan orang yang suka mencela, seperti digambarkan dalam
Alquran surat Surah Al Maidah Ayat 54:
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di
antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap
lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas, lagi Maha Mengetahui”.
Penjelasan ini disampaikan oleh Tusop untuk
menjawab pertanyaan seorang peserta yang hadir dalam pengajian tersebut yang
bertanya tentang adanya proses penghilangan kata-kata “Syari’at” secara
sistematis di Aceh dengan alasanya adanya kesan keras dan radikal pada kata
tersebut. Kalau kita masih takut kepada label dan celaan manusia kepada ajaran
Islam, maka keimanan dan akidah kita akan dipertanyakan, kata ulama muda ini.
Tusop juga menambahkan, bahwa Aceh gagal bukan
karena Islam dan proses penegakan syari’at, tapi karena kita telah meninggalkan
Islam. Kita tidak mengimplementasikan ajaran Islam sepenggal-penggal, tidak
kaffah. Ini bukti bahwa kita telah meninggalkan Islam.
Lihatlah misalnya pendidikan, seberapa linearkah
proses pendidikan kita di Aceh dengan agenda dan cita-cita keIslaman dan
keAcehan? Sangat jauh, kata Tusop. Begitu juga bidang lainnya seperti ekonomi
dan sebagainya.
Dalam pengajian bertema “Tanggungjawab Pemimpin
dalam Islam” ini, Tusop juga menyorot sejumlah persoalan dalam kehidupan umat
Islam dewasa ini. Menurutnya, tugas seorang pemimpin itu yang paling
utama merubah perilaku umat Islam dari berfikir negatif menjadi positif, dari
konsumtif menjadi produktif. Begitu juga, kebijakan seorang pemimpin itu harus
mendidik, yaitu memiliki nilai edukasi dalam setiap gerak geriknya.
Dihadapan segudang persoalan ini, Tusop mengajak
masyarakat Aceh untuk menghidupkan kembali majlis-majlis ta’lim,
karena memang pabrik perbaikan umat adalah ta’lim. Tusop juga
berpesan agar di Aceh memperkua syari’at Islam, bukan meninggalkannya. Misalnya
dengan membentuk desa-desa percontohan di seluruh kabupaten kota di Aceh.
Minimal sekali, setiap Kabupaten ada beberasa
desa yang menjadi pilot project syari’at Islam. Dan pemimpin
Aceh harus konsisten membangun pilot project gampong syari’at
Islam. Ini penting kata Tusop, karena adanya pilot project ini
dalam jangka akan menjadi model penerapan syari’at Islam di Aceh.